“Jam berapa sekarang?”
kataku berbisik pelan.
“Huhh, dari tadi tanya
jam melulu. Tau ahh!”
“ Ayolah…kurang berapa
menit lagi?” kataku merengek pada teman sebangku.
“Sssstttt, mengganggu saja!
Tuuh, lebih baik dengerin penjelasannya Pak Mulyadi!”
“ Masih lama kah?”
“Bentar lagi koq.
Sabarlah dikit, sepuluh menit lagi Non!
“Oke, thank you!!” Aku
sudah tak sabar menunggu bel istirahat berbunyi. Kepalaku terasa sangat berat,
angin semilir menambah rasa kantukku semakin sulit dihentikan. Ditambah pula
cacing-cacing diperutku seakan bernyanyi riang gembira. Cacing itu menendang
dan menginjak dinding-dinding perut hingga aku tak kuasa untuk menahan rasa
lapar ini. Penjelasan Pak Mulyadi guru kimiaku, hanya hinggap sebentar saja di
otakku. Rumus-rumus kimia itu seakan berterbangan kian kemari dan akhirnya pergi
meninggalkanku. “Fiuuhhh…laparnya!!” pikiranku melayang, membayangkan nikmatnya
sepiring nasi hangat dengan lauk tempe penyet yang ditaburi bawang goreng.
Baunya sangat menggoda. “Krucuk… krucuk…krucuk” perutku berbunyi tiada henti.
****
Teet…Tettt…Teettt..
“Yee…akhirnya!” segera
kurapikan buku pelajaran dan rambut panjangku sembari beranjak pergi dari kelas,
kemudian seorang sahabat menyapaku.
“Nabila, temenin aku sholat
dhuha yuk?” kata Aisyah sambil memegang tanganku.
“Waduh,
hehehe…besok-besok aja yach. Aku laper banget nich. Sudah tak tahan pengen makan”
kataku sambil memegangi perut.
“Ya ampun Billa, sebentar
aja koq! Kapan sich kamu mau tak ajakin sholat dhuha? Padahal kan aku udah jelasin panjang lebar
tentang hikmah sholat dhuha. Tapi koq ga ngaruh sich di pikiranmu?” ujar Aisyah
sambil memonyongkan bibirnya.
“Hiihh, maksa banget
sich Non, istirahat tuh cuma lima belas menit Aisyah, cuma cukup buat antri dan
makan dikantin. Lebih baik aku makan dikantin dulu, ntar dech kalau habis makan
tak pikir-pikir ajakanmu tadi. Hemm..”
“Ya Allah, kamu itu yahh. Ya sudah ke kantin sana” ujar Aisyah sambil
berlalu meninggalkanku menuju masjid sekolah.
Akupun berlalu meninggalkan
Aisyah. Sahabatku itu tak pernah bosan mengajakku untuk sholat dhuha. Meskipun
sudah tiga bulan lebih aku tak memenuhi ajakannya, ia tak pernah marah padaku.
Malah sebaliknya ia semakin mendekat padaku. Fiuuh…dalam hati aku berjanji, “Aisyah…jangan kau menyerah padaku, teruslah
mengajakku. Aku berjanji esok aku akan memenuhi ajakanmu untuk sholat dhuha”
***
“Wah, sejuk sekali tempat
ini, beruntung aku bisa sekolah disini. Udah sekolahnya luas, sejuk, banyak
pohon mangganya pula. Hmm…dan yang paling penting ntar bisa tour ke Lombok. Yuhuii!
Lombok…Iam camming!!” aku tak sabar ingin pergi ke Lombok, pulau yang tekenal
dengan julukan seribu masjidnya. Satu-satunya tempat yang menjadi mimpiku sejak
kecil. Aku ingin menyaksikan dengan kedua mataku keindahan Gunung Rinjani, Danau
Segare Anak, Pantai Senggigi, Pantai Mawun, Bukit Malimbu dan tentunya
kelezatan ayam taliwang. Hemmm…yeee…!!
“Nabilla…Nabila..!”
teriak Aisyah keras sembari berlari menuju ke arahku. “Ya Allah syukurlah, kamu
masih disini. Duh..bisa tolongin aku? Aku ketinggalan bus terakhir, gimana
nich, ga bisa pulang!! fiuhhh…”
“Ya udah, aku anterin
aja kalau gitu”
“Yupps, oke!”
Akupun berjalan bersama
Aisyah menuju parkiran motor, ketika berada di depan masjid sekolah tiba-tiba
terdengar lantunan suara adzan sholat Ashar yang begitu merdu. Akupun
menghentikan langkahku, rasanya lama sekali aku tak mendengarkan adzan dengan
seksama. Rasa damai mulai mengelayuti seluruh tubuhku.
“Nabila, gak apa-apa
kan kalau aku sholat dulu? Kamu tak keberatan menungguku untuk beberapa saat?”
ujar Aisyah dengan suara lembutnya.
“Heem ga masalah, aku
tunggu di serambi saja” kataku sambil menata getaran hati yang tiba-tiba muncul
begitu cepat. Sesaat aku teringat masa kecilku. Ketika aku mulai belajar membaca
huruf hijaiyah, dan belajar menghafalkan doa-doa. Namun kini aku telah menjauh,
jauh meninggalkan-Nya.“Ya Allah, ampunilah aku. Tunjukkanlah jalan
agar aku bisa kembali pada-Mu?” lamunankupun terpecah setelah Aisyah
menepuk pundakku. Lalu aku kembali berfikir ”Ya Allah, apakah Aisyah adalah jawaban dari semua kegundahan ini?”
***
“Aisyah,
ee…ee…ee…aku…aku ikut sholat dhuha boleh?” kataku dengan rasa takut yang
membuncah serta tak sabar menunggu jawaban dari Asiyah.
“Alhamdulillah” ujar
Aisyah sembari merangkul tubuhku erat sekali. Rasanya seperti ia tak mau
melepaskanku, kulihat pula bening-bening kristal membasahi pipi sahabatku itu. “Aisyah,
aku sudah tak sabar ingin merasakan nikmatnya berwudhu dan sholat” kataku
berbisik ditelinganya.
Hari ini pertama
kalinya aku akan mendirikan sholat. Perlahan aku kenakan mukenaku. Jantung ini
berdetak semakin kencang. Rasa gugup untuk menghadap Allah membuat tubuhku
gemetar. Beberapa kali kuhirup udara untuk membuatku tenang. Ya Allah,
terimalah sholat hamba-Mu ini. Lalu perlahan kuucapkan takbir “Allahu
Akbar!!”
***
Seusai
sholat kedua sahabat itu berbincang di serambi masjid….
“Bagaimana?”
“Bagaimana apanya?
Sholatku tadi?”
“Bukan. Tentang tour sekolah
kita ke Lombok? Bukankah itu mimpimu selama ini? Aku ingin mendegarkannya?” ujar
Aisyah dengan wajah berbinar-binar serta tatapan penasaran terhadap mimpiku.
“Apa benar kamu ingin
mendengar mimpiku, Aisyah?”
“ He’em” jawab Aisyah
dengan anggukan kepala.
“Hehehe, satu-satunya
tempat yang selalu ingin aku kunjungi ialah Lombok. Lombok is my dream. Dengan
memejamkan mata, aku ingin sekali mencium wanginya udara Lombok dari atas Bukit
Malimbu. Menyaksikan eksotisnya Danau Segare Anak diantara lereng Gunung
Rinjani, lalu aku berlarian ditepi Pantai Senggigi yang panoramanya begitu
memukau. Sungguh Pantai Senggigi diciptakan Allah begitu sempurna
dipandanganku. Oh..seberapa biru ya airnya? Aku juga ingin sekali merasakan
sapaan hangat dari ombak-ombak kecil yang berkejar-kejaran membasahi kakiku. Hmm,
aku ingin melihatnya!! Oh..iya ada satu lagi yang unik, apa kamu pernah
mendengar tradisi Suku Sasak yang menculik gadis yang ingin dinikahi?”
“Hah? Benarkah?
Oh…seram sekali itu” ujar Aisyah sambil mengerutkan dahinya.
“Heem, nantinya aku
akan berbincang banyak dengan orang Suku Sasak. Aku ingin membuat tulisan
tentang tradisi menculik gadis. Hehehe…”
“Yupp, mendengar
ceritamu aku jadi tak sabar lagi ingin segera berangkat ke Lombok!!” kata
Aisyah dengan wajah ceria. “Ayo, segera ke kelas! Bu Amar sudah terlihat di
lorong tuh”
“Oke!!”
***
Saat
Pelajaran Agama Berlangsung…
“Ibu Guru, apakah
seorang muslimah wajib memakai jilbab, dan menutup auratnya?” tanyaku pada Bu Amar, guru agamaku.
“Tentulah anakku,
seorang wanita islam wajib mengenakan jilbab, dalam Qs. Al-Ahzab ayat 59
disebutkan: Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin. Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Sudah paham Nabilla?”
“Iya Bu, Insya Allah
paham”
“Apa kamu berkeinginan
memakai jilbab Nak?”
“Iya Bu, setelah
mendengarkan penjelasan dari Ibu tadi, saya baru sadar bahwa agama Islam sangat
memuliakan wanita. Saya ingin sekali mengenakan jilbab, Bu!!”
“Alhamdulillah. Iya nak segeralah, bersungguh-sungguhlah dalam
mencari ridho Allah, dahulukan urusan akhirat Insya Allah urusan dunia nantinya
akan dimudahkan”
***
Aku tak bisa tidur. Entah
kenapa hatiku bertambah gusar dan tak tenang. Tausiyah dari guru agamaku tadi
siang tak bisa hilang dari pikiranku, makin lama ia makin melekat dalam hati.
Apalagi ucapan terakhirnya agar aku menyegerakan memakai jilbab. “Haduh, aku
semakin tak bisa tidur, hiks…hiks…hiks”
Kupandangi koper yang
akan kubawa ke Lombok, kemudian mataku beralih pada uang Rp.600.000,00 yang ada
di meja. Uang itu rencananya akan kugunakan untuk membayar biaya tour ke Lombok.
Secara perlahan tanganku meraih uang itu. Tentunya, aku akan butuh uang banyak
jika aku memakai jilbab, mulai membeli kain seragam, kemudian membayar ongkos
jahit dan membeli beberapa jilbab. Fiuuh…butuh waktu berapa bulan aku harus
menabungnya? Akupun berfikir sejenak sambil memandangi uang itu. Lalu tiba-tiba
terbesit dipikiranku,”Kamu gunakan saja
uang itu untuk membeli seragam dan jilbab, tak usah ikut tour ke Lombok!!”
Seketika aku diam
sesaat. Hatiku bergetar dan gundah. Sepertinya lintasan hati tadi benar adanya.
“Apakah lintasan itu berasal dari hati nurani?” tanyaku pada diriku sendiri.
Sepertinya aku berada dalam dua pilihan yang sangat sulit. Selangkah lagi aku telah
menemukan mimpiku, namun dengan kata lain aku akan mengabaikan perintah untuk
berhijab. “Ya Allah, mana yang harus aku
pilih? Oh…My God!!”
Akupun terdiam sambil
memandangi poster Pantai Senggigi yang menempel di dinding kamarku. Hatikupun
berbisik, “Ya Allah dengarkanlah doaku ini: Ya
Allah, aku rela menggadaikan mimpiku ke Lombok untuk memenuhi perintah-Mu
berjilbab. Maka mudahkanlah urusanku. Semoga suatu hari nanti engkau akan menghadiahkan
tempat yang lebih baik dari Lombok. Amin….”
………………Bersambung…………
Posting Komentar